Sejarah
Asuransi
Asuransi
berasal mula dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan
perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee House London
berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional. Sumber
hukum asuransi adalah hukum positif, hukum alami dan contoh yang ada sebelumnya
sebagaimana kebudayaan.
Asuransi
membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu
pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Asuransi
sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business
memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi
resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the
uncertainty of loss).
Asuransi
di Indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda, terkait dengan keberhasilan
perusahaan dari negeri tersebut di sektor perkebunan dan perdagangan di
Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya,
tentu diperlukan adanya asuransi. Perkembangan industri asuransi di Indonesia
sempat vakum selama masa penjajahan Jepang.
Kebutuhan
Jaminan yang Dapat Dipenuhi oleh Asuransi Jiwa
1) Kebutuhan Pribadi, meliputi: penyediaan
biaya-biaya hidup final seperti biaya yang berkaitan dengan kematian, biaya
pembayaran tagihan berupa hutang atau pinjaman yang harus dilunasi; tunjangan
keluarga; biaya pendidikan; dan uang pensiun. Selain itu, polis asuransi jiwa
yang memiliki nilai tunai dapat digunakan sebagai tabungan maupun investasi.
2) Kebutuhan Bisnis, seperti: insurance on
key persons (asuransi untuk orang-orang penting dalam perusahaan); insurance
on business owners (asuransi untuk pemilik bisnis); employee benefit
(kesejahteraan karyawan) contohnya asuransi jiwa dan kesehatan kumpulan.
Pengertian Asuransi
Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak
terduga, oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa
kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak
korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya
asuransi. Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk
mengalami ketidakberuntungan (misfortune) seperti ini selalu ada
(Kamaluddin:2003). Dalam rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia
mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai asuransi.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk
mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko
dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko
ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak
penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta
ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya,
tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan
dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya (Morton:1999).
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni
suatu perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi)
dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah
kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran
(premi) tertentu dari tertanggung.
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud
dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi)
dapat diasuransikan (insurable) maka harus memiliki karakteristik: 1)
terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian, 2) kerugian harus dibatasi, 3)
kerugian harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat terprediksi dan 5) kerugian
tidak bersifat katastropis (bencana) bagi penanggung.
Timbul pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa
bisa diasuransikan? Meski merupakan sesuatu yang mengandung kepastian, namun
kapan tepatnya saat kematian seseorang berada diluar kendali orang tsb.
Sehingga saat terjadinya peristiwa kematian yang betul-betul mengandung
ketidakpastian inilah yang menyebabkannya insurable.
Ada dua bentuk perjanjian dalam menetapkan jumlah
pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi yaitu: kontrak nilai (valued
contract) dan kontrak indemnitas (contract of indemnity). Kontrak
nilai adalah perjanjian dimana jumlah pembayarannya telah ditetapkan dimuka.
Misal, nilai Uang Pertanggungan (UP) pada asuransi jiwa. Kontrak indemnitas
adalah perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan atas jumlah kerugian
finansial yang sesungguhnya. Misal, biaya perawatan rumah sakit.
Dalam hal perusahaan asuransi berusaha menekan
kemungkinan kerugian yang fatal/besar, maka dapat mengalihkan resiko kepada
perusahaan asuransi lain. Hal
ini disebut reasuransi; perusahaan yang menerima reasuransi dinamakan
reasuradur.
Selain
kelima karakteristik diatas, sebelum dapat diasuransikan, maka perusahaan
asuransi harus mempertimbangkan insurable interest dan anti seleksi. Insurable interest
berkaitan dengan hubungan antara tertanggung dengan penerima santunan/manfaat –
dalam hal terjadi kerugian potensial. Contoh, perusahaan asuransi tidak akan
menjual polis asuransi kebakaran kepada pihak selain pemilik gedung yang
diasuransikan. Insurable interest dlm contoh ini adalah kepemilikan thd
sesuatu yang diasuransikan. Begitu pula hubungan keluarga, keterkaitan
financial yang beralasan, juga merupakan bentuk insurable interest. Yang
dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu pada adanya kecenderungan lebih
besar untuk ikut asuransi karena memiliki tingkat resiko diatas rata-rata.
Contoh, orang yang memiliki catatan kesehatan buruk atau resiko pekerjaan
berbahaya cenderung mau membeli asuransi. Untuk mengurangi akibat anti seleksi,
perusahaan asuransi harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi potensi
resiko atau kerugian. Proses identifikasi dan klasifikasi tingkat resiko itu
disebut underwriting atau seleksi resiko. Namun bukan berarti anti
seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya ditolak, karena bagi tertanggung
dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat dikenakan premi sub standar
(premi khusus) disebabkan resikonya sub standar (resiko khusus) kecuali
jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi, mungkin permohonan asuransinya
ditolak.
Sumber : http://mediaasuransi.blogspot.com/2008/03/pengertian-dan-sejarah-asuransi.html